Resensi Buku Duri Kelabu

Bismillah. Kaifa haaluk, sahabat? Semoga selalu dalam lindungan Allah ta'ala dan senantiasa bersyukur dalam menerima setiap ketentuan-Nya. Alhamdulillah, kali ini saya ingin berbagi sedikit melalui resensi buku yang sudah tidak asing lagi. Sebenarnya ini adalah tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia saya di salah satu Ma'had di Jogja. Kekurangan dalam penulisan sudah pasti ada, untuk itu berkenan kiranya teman-teman memberikan kritik serta saran untuk tulisan sederhana ini. Semoga bermanfaat dan selamat membaca! Jazakumullahu khoiron.

Trilogi Thalabul Ilmi Penyejuk Hati

Judul buku                  : Duri Kelabu
Penulis                         : Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’I la Firlaz
Penerbit                       : Toobagus Publishing
Tahun terbit                 : 2013
Tahun cetakan             : Cetakan pertama, Maret 2013
Tempat terbit               : Bandung
Dimensi                       : 14 x 20cm
                                      Soft cover, 284 halaman
                                     Berat 350 gram
Harga buku                 : Rp45.000,00

Thalabul ilmi merupakan rihlah yang ditempuh tanpa kenal batas, kecuali kematian. Sebuah nikmat tak terperi ketika diri memiliki kesempatan emas ini. Kesempatan untuk thalabul ilmi sebelum napas benar-benar terhenti.

Perjalanan seseorang dalam thalabul ilmi memang terjal dan berliku, penuh bebatuan dan duri-duri tajam. Memang tak semudah apa yang terbayang, namun bukan berarti tak bisa dilalui. Maka, seseorang perlu mengetahui bagaimana cara agar bisa terus istiqomah di jalan thalabul ilmi meski duri-duri kerap menghampiri.

Terkadang seseorang telah berhati-hati, namun duri masih saja menyisakan sakit di telapak kaki. Lalu, bagaimana agar kita bisa menghindari duri-duri tersebut? Ya, seseorang harus lebih berhati-hati dan mamilih langkah terbaik agar terhindar dari duri-duri.

Buku “Duri Kelabu” ini merupakan buku kedua dari trilogi thalabul imi yang diterbitkan oleh Toobagus Publishing setelah buku pertama yang berjudul “Pemuda di Warna-Warni Thalabul Ilmi”. Kedua buku tersebut memiliki kesamaan tema, namun di buku kedua ini Ustadz Abu Nasim Mukhtar lebih fokus memaparkan tentang kendala yang ditemui ketika thalabul ilmi. Berbeda dengan buku pertama yang berisi tentang catatan awal perjalanan thalabul ilmi.

Buku berukuran 14 x 20cm ini berisi catatan ringan mengenai kendala thalabul imli, masalah-masalah yang kerap dijumpai dan hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengannya. Buku ini dilengkapi pula dengan penjelasan solusi dari kendala-kendala yang ada serta kisah-kisah para ulama salaf sebagai motivasi dan penggugah jiwa. Penulis merujuk isi tulisannya kepada alquran, hadis, perkataan ulama, sehingga semakin menguatkan isi tulisan yang ada.

Buku bersampul biru muda ini menyuguhkan motivasi kepada kaum muda untuk bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam thalabul ilmi. Tujuan penulis yang diutarakan dalam buku tersebut ialah supaya kaum muda Islam mau menyadari, kemudian menggali potensi diri untuk menjadi bagian dari hurrasul Islam (penjaga-penjaga Islam).

Penulis mengajak pembaca untuk sejenak bernostalgia sembari mengingat kembali isi buku pertama dari trilogi ini. Seperti yang tertulis di awal buku “Duri Kelabu” yang mengulas dua poin tentang “Pemuda di Warna-Warni Thalabul Ilmi”. Sebelumnya, Ustadz Abu Nasim Mukhtar mengutip beberapa bagian dari tulisan sahabat beliau, Muhammad Hasbi, dari blog pribadi sebagai bentuk kerindua kepada sahabatnya.

Melalui buku “Duri Kelabu” ini, penulis mengajak pembaca bertamasya dalam keindahan dan sejuknya beberapa pembahasan di dalamnya. Di antaranya tentang pentingnya berjuang dan berkorban dalam thalabul ilmi, sederet kisah-kisah para ulama salaf yang penuh hikmah serta secercah nasihat berharga sebagai penyejuk gersangnya jiwa.

Bahasa yang digunakan penulis dalam merangkai kata demi kata yakni ringan dan mudah dipahami. Istilah ‘Akhi Fillah’ masih melekat pada buku ini seperti buku sebelumnya. Kata ‘Akhi Fillah’ dipilih untuk menyapa pembaca agar lebih mudah dan fokus tanpa ada niat melupakan kaum wanita dalam perkara thalabul ilmi.

Di akhir pembahasan, penulis mengutarakan harapan agar buku ini bisa menjadi sumber inspirasi dan air mata motivasi untuk para pemuda dalam menempuh rihlah thalabul ilmi. “Sungguh, tidak ada anugerah terindah di dunia ini selain thalabul ilmi,” begitulah salah satu kutipan kalimat dalam buku ini.

Di penghujung halaman, penulis menyisipkan sebuah puisi bebas yang mengisahkan perjalanan beliau ketika menuntut ilmu di Yaman. Puisi ini sekaligus menjadi penyemangat tersendiri dalam thalabul ilmi.

 Di samping memiliki keunggulan, buku ini juga tak lepas dari kekurangan. Pada buku “Duri Kelabu” masih dijumpai beberapa penulisan kata yang salah ketik. Selain itu, penulis tidak menyertakan biografi sehingga membuat pembaca bertanya-tanya dalam hati. Mungkin penulis memiliki pertimbangan tersendiri dalam hal ini.

Bagi pembaca yang telah usai menyelami buku pertama dari trilogi ini, tentunya akan dibuat penasaran dengan buku kedua dan ketiga. “Duri Kelabu” menyuguhkan banyak hal baru yang tidak dijumpai pada buku sebelumnya.

 Ketika mulai membaca, mata kita akan tertuju pada kata demi kata yang dirangkai sedemikian rupa dengan bahasa santun dan sederhana. Saat itu pula ketika meneguk keindahan deret aksara, semangat thalabul ilmi akan terpompa, bertambah dan terus bertambah bahkan sampai pada puncaknya. Pembaca tidak akan dilanda rasa bosan karena buku ini sangat menarik. Pun ketika membaca untuk ke sekian kali, rasa bosan itu tak pernah menghampiri.

 Akhir kata, buku ini memang sangat tepat dibaca oleh pemuda yang akan atau sedang menuntut ilmu. Begitu pula untuk mereka yang tengah diterpa futur, buku ini bisa menjadi alternatif bacaan yang ringan dan penuh hikmah. Dibanding kekurangannya, buku ini lebih banyak memberi manfaat sebagai konsumsi bacaan yang sarat makna.
Wallahu a’lam.
                                                                                             Senja ke sekian di kota seribu satu soto,
                                                                                                                6 Desember 2017

                                                                                                               Shofiyyah Sholihah
                                                                                                                   (Ummu Sufyan)
                                                                                                               

 Untuk mendapatkan buku ini insyaallah sangat mudah. Teman-teman bisa membeli di toko buku ahlussunnah terdekat atau bisa juga secara online di beberapa toko buku seperti:




Buku Pemuda di Warna-warni Thalabul Ilmi dan buku Imam Ahmad juga bisa dibeli di sini:





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk, Pakai Clodi!

Dapat Buku Gratis Lewat Menulis

Channel Telegram Akhwat Salafiyat Indonesia